MUKADDIMAH
Berdasarkan sejarah, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk dari bangsa Inonesia yang lahir dan merdeka terlebih dahulu. Bangsa Indonesia lahir melalui momen Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dengan membawa sifat yaitu komitmen untuk mengangkat harkat dan martabat hidup kaum pribumi.
Sifat bangsa tersebut kemudian menjadi dasar perjuangan kebangsaan di dalam merebut kemerdekaan bangsa yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, dan dibentuknya negara pada tanggal 18 Agustus 1945 yang diindikasikan dengan disahkannya Konstitusi (UUD’45) sebagai aturan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, serta diangkatnya presiden dan wakil presiden RI pertama. Sehingga, NKRI memiliki pola hubungan bangsa membentuk negara, atau dengan kata lain bangsa Indonesia adalah fondasi dari bangunan NKRI.
Sebelum kemerdekaan bangsa diproklamirkan, tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945, melalui Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), telah menetapkan Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka. Maknanya bahwa Pancasila merupakan sarana untuk menegakan sifat bangsa Indonesia. Sehingga dibentuknya negara pun pada akhirnya merupakan usaha bangsa Indonesia di dalam merealisasikan sifat bangsa dengan mengaplikasikan Pancasila melalui UUD’45.
KANDUNGAN
Lahirnya Bangsa Indonesia, kemerdekaan bangsa Indonesia, dan dibentuknya NKRI, didasarkan atas kehendak untuk mengangkat harkat dan martabat hidup kaum pribumi sebagai sifat Bangsa Indonesia. Sehingga, oleh karena bangsa Indonesia adalah fondasi dari bangunan NKRI, maka kuat atau tidaknya bangunan NKRI akan ditentukan oleh kokoh atau tidaknya bangsa Indonesia sebagai fondasi.
Bangsa Indonesia sebagai fondasi akan kokoh pada saat harkat dan martabat hidup kaum pribumi yang kemudian dikenal dengan kedaulatan rakyat sebagai sifat bangsa Indonesia mampu ditegakkan. Tegaknya sifat bangsa diindikasikan oleh pada saat mana rakyat diposisikan dalam membuat aturan dasar di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka yang merupakan sarana untuk menegakan sifat bangsa Indonesia telah menjiwai UUD’45 sebagai aturan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Sehingga UUD’45 merupakan koridor NKRI dalam upaya mewujudkan tegaknya harkat dan martabat hidup kaum pribumi sebagai sifat bangsa Indonesia.
Sebagaimana diuraikan di dalam Preambule UUD alinea ke-IV, pemerintah Republik Indonesia memiliki kewajiban untuk : “melindungi segenap bangsa Indonesia; melindungi seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Kemudian, negara dalam menjalankan kewajibannya tersebut, diatur di dalam batang tubuh UUD.
UUD’45 yang terdiri dari Preambule (Pembukaan) dan Batang Tubuh tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Preambule (Pembukaan) mengandung tujuan bangsa dan negara, sedangkan Batang Tubuh mengatur peran dan fungsi, pola hubungan kerja antara lembaga, baik lembaga bangsa maupun lembaga negara, serta kedudukan warga negara dalam upaya mewujudkan tatanan masyarakat adil dan makmur.
Berdasarkan Preambule UUD’45 alinea ke-IV “…, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila”. Kedaulatan rakyat merupakan pengalih bahasaan dari sifat bangsa Indonesia yaitu Komitmen untuk mengangkat harkat dan martabat hidup kaum pribumi. Oleh karena itu di dalam penjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara, akan sangat membutuhkan keberadaaan lembaga bangsa yang berfungsi untuk menegakan kedaulatan rakyat (sifat bangsa).
Keberadaan lembaga bangsa itu kemudian ditegaskan di dalam batang tubuh pasal 1 ayat 2 UUD’45 yang berbunyi “Kedaulatan adalah ditangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Sehingga, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berperan sebagai lembaga bangsa yang merupakan perwujudan rakyat dan jaminan berjalannya musyawarah-mufakat seluas-luasnya sebagai indikasi tegaknya kedaulatan rakyat diseluruh wilayah NKRI, serta pemberi mandat kepada lembaga negara. Pada akhirnya kinerja lembaga negara di dalam menyusun, merumuskan dan membuat kebijakan akan memposisikan rakyat, sehingga rakyat mampu mengontrol kinerja lembaga-lembaga negara. Maknanya, keberadaan UUD’45 melegitimasi berjalannya Musyawarah-mufakat sebagai metode membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dan adanya MPR sebagai lembaga bangsa yang menegakan kedaulatan rakyat.
Akan tetapi, realita kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkembang dewasa ini, mengindikasikan bahwa kesadaran, pemahaman wawasan kebangsaan anak bangsa telah mulai terkikis dan hampir hilang. Potensi disintegrasi bangsa dapat terlihat pada setiap reaksi atas fenomena yang tidak didasarkan atas pemahaman kebangsaan yang benar dan menyebabkan semakin kuatnya sentimen kedaerahan (baik dalam bentuk konflik suku, agama, maupun ras).
Selain itu, paradigma Otonomi daerah yang cenderung salah kaprah, hanya digunakan sebagai sarana perebutan kekuasaan akibat dari ketidakpuasan elit di daerah terhadap elit di pusat. Pada akhirnya kesemua fenomena tersebut harus menjadi evaluasi keras pemerintah Republik Indonesia di dalam menjalankan kewajibannya yang terurai di dalam Preambule UUD.
Usaha mengganti UUD’45 sebagai aturan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yang berorientasi pada tegaknya kedaulatan rakyat, telah terjadi beberapa kali. Sejak disahkannya UUD’45 yang mengindikasikan RI terbentuk pada tanggal 18 Agustus 1945, UUD’45 tersebut tidak pernah dijalankan. Tidak diakuinya 17 Agustus 1945 sebagai kemerdekaan bangsa Indonesia oleh Belanda di indikasikan dengan diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) yang pada tanggal 27 Desember 1949 menghasilkan UUD RIS, sehingga UUD RIS tersebut mengggantikan UUD’45.
Ditolaknya UUD RIS pada saat kedatangannya ke Indonesia oleh para pemuda, seharusnya menjadi momen untuk memberlakukan kembali UUD’45. Tetapi penolakan para pemuda tersebut berujung pada ditawarkannya UUD Sementara (UUD S’50) sebagai pengganti UUD RIS. UUD S’50 ternyata memiliki kesamaan dengan UUD RIS, yaitu : Tidak diakuinya kemerdekaan bangsa pada tanggal 17 Agustus 1945; RI sebagai bagian dari Hinda-Belanda terbentuk pada tanggal 17 Agustus 1945; dan Melegitimasi Demokrasi (Voting System) sebagai metoda membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sejak tahun 1950, Indonesia menggunakan UUD S’50 sebagai aturan dasarnya.
UUD S’50 melegitimasi pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 dan menghasilkan Dewan Konstituante yang bertugas untuk membentuk UUD yang baru sebagai pengganti UUDS’50. Tidak berjalannya kinerja Dewan Konstituante selama masa hampir 4 tahun yang disebabkan oleh perpecahan akibat kepentingan politik masing-masing golongan, berpotensi mengarah pada terjadinya disintegrasi bangsa. Akhirnya sebagai usaha menyelamatkan kehidupan bangsa, pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden yang berisi : Bubarkan Dewan Konstituante; UUD’45 berlaku kembali; dan Bentuk MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara).
Tetapi sejak diberlakukannya kembali UUD’45, ternyata juga tidak mampu untuk dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Sejak periode 1959-1970, MPR sebagai lembaga bangsa tidak pernah terbentuk oleh karena banyaknya gangguan baik internal maupun internasional terhadap bangsa Indonesia. Sehingga Soeharto yang pada tahun 1968 menjadi Pejabat Presiden, menjalankan pemilu pertama pada masanya yaitu pada tahun 1970. Kemudian pada tahun 1972, 17 Agustus sebagai HUT Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia (HUT PKBI) dinyatakan sebagai HUT RI. Maknanya, Soeharto pada masa kepemimpinannya kembali menggunakan UUD S’50.
Pasca digulirkannya reformasi 1998, yang salah satu agendanya ialah amandemen UUD’45, berdampak pada perubahan secara fundamental sistem NKRI. Salah satu indikasi utamanya ialah menghilangkan keberadaan lembaga bangsa yang berfungsi menjalankan kedaulatan rakyat. Sehingga kedaulatan rakyat menjadi sesuatu hal yang semu dan hanya sekedar wacana kampanye politik. Jadi, pengamandemenan UUD’45 menghilangkan susbstansi UUD’45, maknanya keberadaan UUD’45 tidak pernah diamandemen (disempurnakan), tetapi diganti dengan UUD baru, yang disebut dengan UUD 2002 dan melegitimasi proses demokrasi (voting system) sebagai metoda dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara seperti juga yang di amanatkan di dalam UUD S’50.
Dengan beberapa indikasi tersebut, semakin menegaskan bahwa UUD’45 yang merupakan pengejawantahan dari Pancasila belum pernah dijalankan. Sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini tidak pernah mengarah pada usaha pengangkatan harkat dan martabat hidup kaum pribumi sebagai sifat bangsa Indonesia.
PENUTUP
Bangsa Indonesia sebagai fondasi dari bangunan NKRI akan kokoh pada saat harkat dan martabat hidup kaum pribumi sebagai sifat bangsa Indonesia ditegakkan. UUD’45 yang merupakan pengejawantahan dari Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka, akan berfungsi sebagai koridor NKRI dalam mewujudkan tegaknya sifat Bangsa Indonesia. Akan tetapi, sejak dari disahkannya sampai dengan sebelum guliran reformasi, UUD’45 ternyata belum pernah mampu dijalankan.
Usaha-usaha untuk mengganti UUD’45 telah terjadi sejak UUD’45 disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Hal tersebut dapat di lihat dengan adanya beberapa konstitusi yang ditujukan untuk mengganti UUD’45, seperti UUD RIS’49 dan UUDS’50. Pasca reformasi, telah terjadi beberapa kali pengamandemenan UUD’45, sejak amandemen pertama pada tahun 1999, sampai dengan amandemen ke empat pada tahun 2002.
Empat kali pengamandemenan UUD’45, ternyata merubah substansi dari UUD’45 yang asli. Sehingga, hal tersebut berdampak pada tidak pernah terbangunnya MPR sebagai lembaga bangsa yang menjamin berjalannya proses musyawarah-mufakat seluas-luasnya sebagai cerminan tegaknya kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, kembali ke UUD’45 dan menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen merupakan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan untuk menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia guna tegaknya harkat dan martabat hidup kaum pribumi sebagai sifat bangsa Indonesia.
Eddy Tresna
Negri ini nggak akan bsa bner slama dia nggak mw mematuhi UUD Dasar ma Pancasila. Bnyak peraturan dinegri ini yg pnuh dgn muatan muatan politik dan itu lbh condong utk kpentingan pribadi. Lalu mw jd apa negri ini....
BalasHapusya itu negeri ini harus sesuai dengan kemauan pendiri negeri ini. Pancasila dan UUD 1945 harus di kembalikan sesuai dengan kemauan pendiri negeri bukan elit politik atau elit ilmuwan (blandis)..
BalasHapus